Kamis, 13 Juni 2019

Gempa dan Bahagia di Toraja

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh


Part 2

Oke, kita lanjut lagi ceritanya yaa.

Alhamdulillah sampai di Rantepao Toraja dengan selamat, ini kantor perwakilannya Bus Primadona yang saya naikin. Saya tiba tanggal 28 September jam 04.43 waktu setempat. Berarti persis sesuai prediksi, 8 jam, saya berangkat dari Jl. Perintis Kemerdekaan jam 20.30. Pas turun bus saya langsung kabarin teman saya namanya Inka, gadis cantik lulusan universitas negeri di daerah Jawa Timur (kayanya) tapi sepertinya dia asli orang Toraja.

Lagi-lagi alhamdulillah ini kenal dari Trashbag Community (TC), pertama saya chat Mx, Mx ini aktif di TC DPC Bekasi entah yaa kenapa kemarin tiba-tiba japri dia. "Mx punya teman di Toraja ga?"

Sekitar 50 menit kemudian dia balas, "ada tapi dia anak tc palu kak"

Terus saya minta tolong tanyain barangkali ada temannya yang tinggal di Toraja dan alhamdulillah ada dong.

"Itu kak nomornya, namanya Inka, bilang aja temannya Eka Palu, katanya orangnya asik". Alhamdulillah batin saya.

Langsung saya hubungi, saya minta alamat instagramnya, saya kepo-in. Oke sepertinya bakal jadi teman yang menyenangkan.

Rantepao
Pas saya sampai di Perwakilan Bus Primadona itu saya hubungi dia, cuma karena dia sedang ada kerjaan dulu jadi saya harus menunggu, tapi karena risih ditanya-tanya mulu sama bapak-bapak sekitar akhirnya jam 05.14 saya bilang saya ke masjid dulu ya, khawatir ga kebagian Sholat Subuh juga, karena posisi langit sudah terang. Di masjid saya numpang mandi kata marbotnya iya gapapa, asal jangan lama-lama hehehe.

Terus jam 05.24 Inka nyusul ke masjid. Dia nunggu sebentar. Namanya Masjid Agung Rantepao. Dari foto di atas jalan ke arah kanan yang bangunannya kuning sekitar 200 - 300 meter.


Setelah itu kita langsung naik sitor ke rumah Inka (besi motor mungkin) hahaha, kendaraan di Toraja, mirip bentor yang di Medan, tapi ini penumpangnya di depan bukan di samping (cek foto Rantepao) nah seperti itu.

Di rumah Inka saya taruh beberapa barang yang dirasa tidak perlu, saya bawa ransel yang isinya juga sudah dikurangi. Ketemu dengan saudaranya Inka atau bapaknya atau omnya yaa saya lupa. Tapi ramah banget hehe.
Dari rumah Inka kita naik sitor lagi ke penyewaan motor.
Di tempat penyewaan motor Inka ditanya-tanya, rumahnya di mana, KTP saya apa Inka ya yang ditahan atau dua-duanya saya juga lupa.

Sewa motornya agak mahal deh, kalau ga salah Rp 80.000,- - Rp 100.000,- untuk 8 jam. Jadi saya harus kembalikan sekitar jam 4 atau 5 sore. Beda dengan sewa motor di Jogja dan Bulukumba yang hitungannya 12 atau 24 jam.

Oke destinasi pertama adalah Museum Ne Gandeng, terletak di Desa Palangi, Kecamatan Sa’da Balusu. Jadi ceritanya kalau tidak salah ini merupakan tempat pelaksanaan prosesi pemakaman Ne Gandeng, lambat laun dibangunlah bangunan-bangunan rumah adat Toraja atau sebutannya Tongkonan dan dijadikan tempat wisata, kalian bisa nginap di sini loh! Pemandangan menuju lokasi ini Masya Allah cakep bangettt. Jadi kita sempet nyasar gaes haha, tapi di sini serunya, lihat pemandangan kaya begini. Hawa di sana cukup sejuk.





TK di Museum Ne’ Gandeng

Masih terus pembangunan

Pemandangan dari atas bangunan
Saya suka banget sama bangunannya, eksotis gitu, ditambah komposisi langit yang biru begini.



Dan si Inka ga ngerti gimana ceritanya tau-tau minta masakin sama ibu-ibu yang stay di situ, terharu banget yaa Allah 😭.

Nasi, ayam goreng, tempe goreng, sayur asam, sambal 

Kebayangkan yaa nikmatnya, Masya Allah.
Pas di sini tuh saya sempat videocall Mama saya, ngabarin kalau saya sudah di Toraja bersama kawan cantik saya, Inka hehe.

Terus ngobrol sama ibu yang masak, ternyata punya saudara juga yang tinggalnya di Bekasi.
Sebahagia itu.

Setelah kenyang saya dan Inka menuju destinasi berikutnya yaitu, Bori Parinding di Kalimbuang Bori Kecamatan Sesean, Kabupaten Toraja Utara.


Jadi in my humble opinion tempat wisata di Toraja yaa rata-rata tempat upacara adat pemakaman. Atau bahkan makamnya. Walaupun sebenarnya ada wisata air terjun dan yang lainnya, cuma iconic nya yaa ini.




Ini batu-batu buat upacara Rambu Solo, tempat potong hewan, jadi ikatannya dikaitkan ke batu di situ. Rambu Solo sendiri syarat akan adat istiadat masyarakat Toraja yang butuh biaya cukup besar. Barangkali penjelasan dari link di bawah ini bisa menambah pengetahuan teman-teman

Pohon itu juga makam loh, tapi untuk bayi sepertinya.

Setelah dari Bori’ Parinding saya dan Inka menuju Kete Kesu

Ini juga tentang pemakaman yang ditaruh di tebing-tebing.




Kete Kesu lebih ramai, lebih banyak yang jualan, lebih besar, dan lebih luas juga. Banyak toko yang jual oleh-oleh.


Dan ini dia tempat foto mainstream di Kete Kesu yang mempesona.


Hampir semua foto saya sendiri itu difotoin sama Inka, gimana ga cinta coba haha, kalau ga mau minta tolong siapa.


Nuri & Inka
Kacamata melorot, pipi dan lubang hidung yang kelebaran, mata kesilauan dan meringis karena belum gajian hahaha.

Sudah lelah, matahari mulai panas, saya meninggalkan Kete Kesu dan menuju ke Londa, komplek pemakaman juga, tapi terkenal dengan gua.


Jadi gini, misal kamu lihat ada peti makam ditaruh di dinding tebing terus kamu lihat replika kecil-kecil seperti foto di atas, itu artinya mereka yang menempati makam itu. Dibuat seperti miniatur dengan pakaian terakhir atau pakaian yang almarhum sukai kalau ga salah hehe terima kritik dan saran biar diedit.

Jadi jenazahnya itu tuh ada yang masih baru dan ada yang memang sudah jadi tengkorak.


Nah belakang saya ini ada gua, yang kalau kita masuk ke dalamnya itu ada peti-peti jenazah, ada tengkorak juga, ada bunga-bunga gitu.

Saya ada fotonya tapi ko saya takut sendiri yaa mau uploadnya hahaha.

Btw kalau mau masuk ke dalam gua itu bayar, soalnya pakai guide yang bawa lampu petromax gitu. Entahlah padahal pakai senter yang di handphone juga bisa hehehe.


Itu tuh ada tali-tali menjuntai untuk naik ke tebing buat meletakkan peti-peti jenazahnya. Di sini adem cuacanya.
Selesai dari Londa saya ke Lemo. Nah ini komplek pemakaman yang terkenal dengan tebing-tebing, jenazahnya tuh tinggi-tinggi gitu ditaruhnya.




Kalau mau foto yang kaya bapak-bapak tua itu kita bayar dulu, seikhlasnya. Itu adanya di toko pengrajin patung.

Nah kalau Lemo ini kanan kirinya sawah, saya sempat ketemu sama dua anak kecil yang sedang asyik mencari udang kalau saya tidak salah ingat. Tengil banget sih emang gayanya kaya saya hahaha.



Padahal belakangnya jenazah astagfirullah nuri

Setelah lelah berfoto dengan makam-makam yang jadi objek wisata, saya minta antar Inka ke warung kopi.

Eh btw kalian harus tau, pas saya sampai di Toraja kan tanggal 28 yaa, pas gajian, tapi gajian itu keluarnya sore, sedih ga? Sedih banget haha, saya malu mau pinjam uang sama Inka, padahal yaa di setiap tempat wisata ini banyak banget barang yang ingin saya beli, terlebih mereka kan di kabupaten yaa, jadi harganya lebih murah walaupun di tempat wisata. Saya sampai japri Intan teman kerja saya, untuk menanyakan sudah masuk atau belum gajinya hahaha.

Di tempat kopi itu sekitar jam 2 siang dan gaji pun tak kunjung datang.

Ini Inka dengan pernak pernik yang dia beli di Kete Kesu.




Tempat ngopinya ini asyik loh, masuk gang gitu, adem, wangi kopinya menenangkan jiwa sekali penjualnya juga ramah.

Setelah selesai ngopi saya ajak Inka makan karena si Intan sudah info kalau gaji sudah masuk haha, bahagia.

Akhirnya mampir atm, cari makan yang aman-aman aja. Saya pilih Cafe See-Food di Jalan Diponegoro, sudah masuk daerah Rantepao lagi. See Food ini masuk ke 10 restoran terbaik di Rantepao menurut TripAdvisor hehe. Tempatnya asyik dan makanannya enak. Saya pesan ayam saus mentega, nasi putih dua, es teh manis dua, dan kentang goreng.



Selesai makan kita berdua ke tempat penyewaan motor untuk mengembalikan motor pinjaman. Setelah itu kita ke Cafe Letter L sepertinya ini bisnis temannya Inka. Ini juga asyik banget tempatnya. Dan letaknya ternyata seberang-seberangan dengan Masjid Agung Rantepao.

Oia sebelum mengembalikan motor dan sebelum ke Letter L Cafe saya dan Inka mampir ke tempat penjualan tiket bus ke Makassar, karena Inka juga ga bisa nemenin saya di tgl 29 nya, jadi saya harus pulang malam itu juga. Saya beli Bintang Prima yang jam 20.30 tujuan Terminal Daya di Makassar.

Saya ijin sholat sama Inka, Dzuhur dan Ashar. Inka nunggu di kafe sama temannya. Posisi masih jam 15.40 waktu setempat.




Oia pas lagi istirahat di kafe ini Inka bilang ada temannya yang mau mampir nemuin kita, namanya Kak Mike atau nama lengkapnya Maichel Silas Salipadang dan beliau adalah founder dari Enjoy Toraja, sebuah aplikasi yang membantu para turis yang datang ke Toraja. How lucky I’am. Di dalamnya ada berbagai menu pilihan. Dan saya download sebelum berangkat ke sana. Ada estimasi ketika kalian berapa hari di Toraja, destinasi mana saja yang bisa kalian pilih. Ada daftar resto halal maupun tidak halal. Pokoknya aplikasi ini membantu banget.



Jadi buat kalian yang berencana ke Toraja coba download aplikasi Enjoy Toraja dan nikmati sensasinya hehe. Nah Kak Mike datang sepulang kerja, sepertinya sudah sore. Saya mendengarkan cerita awal mula muncul ide aplikasi itu, terus background beliau, diremehin orang, disambut baik oleh bagian pemerintahan, dan ternyata calon istrinya orang Bekasi dong haha, tepatnya sama-sama di Bekasi Selatan dekat dengan rumah saya. Jadi kalau tidak salah 2 bulan atau 3 bulan dari saya ke Toraja mereka menikah.

Sampai akhirnya adzan Maghrib berkumandang saya ke masjid lagi sama salah satu karyawan di kafe itu. Di sini gempa terjadi.


Gempa sebesar 7,7 SR dan berpotensi tsunami yang bersumber dari wilayah Donggala Palu namun dirasakan di beberapa wilayah di Sulawesi Tengah, salah satunya Toraja. Padahal kalau lihat di peta secara kilometer jarak dari Rantepao - Donggala ini jauh, sekitar 565km kalau ditempuh darat butuh waktu 15 jam, tapi saat kejadian Subhanallah berasa banget.

Waktu kejadian Maghrib saya lupa pas rakaat berapa, tapi saya ingat kejadiannya pas dari posisi itidal mau sujud itu goyang cukup kencang, saya pikir saya kelelahan ko sampai goyang begini, ternyata gempa. Selesai sholat masyarakat langsung ramai membicarakan kejadian tersebut. Saya merinding, sampai sekarang kalau dibayangin serem banget, alhamdulillah Allah masih ijinin saya untuk hidup dan menuliskan ceritanya di sini.

Selesai sholat saya kembali ke kafe, ternyata suasana mulai berubah tidak seceria siang tadi.

Inka kehilangan kontak dengan ibunya, saya lupa posisi ibunya Inka pada saat kejadian ada dimana, antara Poso atau Palu ya, yang jelas Inka panik, saudara-saudaranya ga ada yang bisa dihubungi.

Handphone saya ramai, di grup, japri, telepon, semua menanyakan kabar saya. Bagaimana tidak berita di tv menyampaikan besarnya guncangan dan orangtua saya tau posisi saya di wilayah kejadian, walau jauh sebenarnya. Apalagi pas saya bilang kalau gempanya berasa sampai di Toraja.

#Gempa Magnitude: 7.7, 28-Sep-2018 Pkl. 17:02:44 WIB, Lokasi: 0.18 LS 119.85 BT (27 km TimurLaut DONGGALA-SULTENG), Kedalaman: 10 Km, Potensi TSUNAMI utk dtrskn pd msyrkt #BMKG

http://www.bmkg.go.id/gempabumi/gempabumi-terkini.bmkg

Sekitar pukul 20.00 saya diantar Inka dan Kak Mike ke tempat saya naik bus, jadi terharu, di situ saya berasa terbantukan sekali sama mereka berdua. Mereka baik walau kita jelas berbeda. Masya Allah.



Perjalanan pulang saya penuh duka, ibu-ibu samping saya kehilangan kontak dengan anaknya, anaknya ada di Palu sedang kuliah. Semua bandara ditutup. Coba lewat darat walau mungkin sama berat.

Dan saya terus ikutin story instagramnya Inka, untuk tau kondisi keluarganya dan alhamdulillah semua selamat dan baik-baik saja.

Tanggal 29 September - 1 Oktober saya di Makassar. Tiket pulang saya jam 13.45 waktu setempat.

Tanggal 2 Oktober saya aktif kembali bekerja dan coba melakukan penggalangan dana untuk saudara-saudara yang menjadi korban gempa dan tsunami di Palu dan sekitarnya. 

Dan tanggal 2 Oktober juga saya dapat berita duka dari Pater ketua DPD Sulawesi Tengah, bahwa bapaknya Eka meninggal dunia, dan Eka pun merupakan Sekretaris di DPD Sulawesi Tengah. Beliau berjasa sekali, beliau secara tidak langsung yang mempertemukan saya dan Inka. Sampai saya bisa punya cerita.

Allahu Akbar.

Jadi destinasi yang saya datangi selama di Toraja adalah :
  1. Masjid Agung Rantepao
  2. Museum Ne Gandeng
  3. Bori Parinding
  4. Kete Kesu
  5. Londa
  6. Lemo
  7. Letter L Cafe
Alhamdulillah jadi tau sejarah :)

Rencana saya awal memang mau ke Ollon, kalian harus tau Ollon sekeren apa, tapi akses ke sananya itu loh hmm.

https://www.google.com/search?q=ollon+toraja&safe=strict&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwi77abMoujiAhVBLI8KHWNXCXoQ_AUIECgB&biw=1366&bih=625


Haha bagaimana? Keren banget kan.

Jadi di atas saya sempat bilang mendadak pulang, sebenarnya itu di luar rencana, tadinya saya mau bermalam, tapi karena Inka ga bisa nemenin jadi saya percepat pulangnya. Dan Qadarullah ada gempa pula, kalau saya tetap bertahan entah bagaimana perasaan orangtua saya hehe.

Setelah ini saya ceritakan kebahagiaan saya bertemu teman-teman MJWJ Makassar, karena hari pertama kan hanya ketemu sebentar. Saya ada rencana ketemu teman dekat (mantan) saya pas SMA, tapi Allah berkehendak lain haha. Karena beliau juga sudah menikah dan punya anak, sedangkan saya belum, jadi ga enak juga ga sih (?) hahaha malu padahal. Tapi orangnya komplain karena saya sudah bilang saya mau ke Makassar tapi malah ga nemuin dia. Ga sempet loh, karena saya mengikuti rangkaian acara sosialnya teman-teman MJWJ Makassar. Ini pun di luar rencana hehe.



Kita sudahi bagian kedua ini
Terima kasih sudah mau membaca
Semoga sehat selalu
Love youu...









Selasa, 11 Juni 2019

Makassar - Bulukumba - Makassar

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh


Part 1

Bismillah saya mau mencoba menceritakan perjalanan saya selama 6 hari 6 malam, benar ga ya hehe.
Saya beli tiket pesawat tanggal 26 September 2018 hari Rabu, berangkat malam jam 00.05 WIB, tiba di Makassar pukul 03.20 WITA.

Pulangnya 1 Oktober 2018 jam 13.45 WITA tiba di Bandara Soekarno Hatta jam 14.50 WIB, perjalanan sekitar 2 jam 5 menit.

Sebenarnya sudah lama ya saya perginya, terus ini sudah bulan Juni 2019 tapi tulisannya baru rilis, 9 bulan coyy haha. Pertama karena abis dari Makassar saya ke Palembang, workshop dari kantor. Dan sempat ngurus penggalangan dana untuk korban gempa daerah Sulawesi. Satu lagi karena saya jadi panitia milad komunitas yang diadain di Purwokerto, jadi semua dokumentasi tentang liburan di Makassar dan sekitarnya harus tersimpan rapi dalam ingatan hehehe.

Hari pertama, pas hari Rabu pagi saya dijemput sama Emma, teman saya di komunitas Man Jadda Wa Jadda (MJWJ) chapter Makassar di Bandara Sultan Hassanuddin.

Jadi awalnya niat saya ke Makassar adalah karena eh karena om saya atau adik bapak saya sedang dinas di sana, jadi setidaknya saya bisa numpang singgah di tempatnya, eh tiket sudah dibeli, ternyata beliau ada tugas ke luar kota, ya sudah kita modal nekat saja hahaha.

Saya dijemput sekitar jam 5 pagi, tapi sudah terang, karena memang hitungannya Makassar itu kurang lebih 1 jam lebih awal.
Sebelumnya kita sudah pernah ketemu di Puncak Bogor, acara komunitas juga.

Setelah dijemput kita foto-foto dulu di depan bandaranya hehe.

Miniatur Rumah Adat Toraja



Setelah selesai foto-foto kita langsung menuju ke Terminal Mallengkeri, karena kendaraan menuju Tanjung Bira ada dari sana.

Di Terminal Mallengkeri ternyata dekat sama rumah Kak Ira, anak MJWJ Makassar juga, cuma lebih senior, akhirnya kita cerita-cerita, sarapan bareng, dan sudah pasti foto lagi hehe.

Kak Ira, Emma, Nuri
Mata sudah panas, kerudung sudah awut-awutan, belum mandi haha.

Jadi sebenarnya saya sudah booking bus cuma entah kenapa saya tergoda atau terpengaruh sama calo-calo yang ada di terminal itu, akhirnya malah jadi naik mobil kijang.

Tarifnya sekitar Rp 100.000,- - Rp 130.000,- dengan durasi perjalanan sekitar 4-5 jam.

Mobil kijang tanpa AC dengan driver yang ngerokok ga henti-henti, ditambah bawa mobilnya kebut-kebutan selamat ya Nuri hahaha.


Tadinya penumpangnya cuma saya, tapi sambil berjalan ada penumpang lain yang naik, kurang lebih dalam mobil ada 5-6 orang dengan tujuan yang berbeda pastinya. Jadi saya keluar terminal jam 08.20, tiba di penginapan jam 13.55 jadi total sekitar 5,5 jam, karena singgah-singgah kan.

Kemudian saya diantar sampai depan homestay, saya menginap di Youzard Guest House. Tempatnya nyaman, harganya ya segitu deh, namanya juga tempat wisata, kalau ga salah sekitar Rp 200.000,-/malam.





Tempatnya bersih, nyaman, dan ramai.

Saya juga sewa motor di sana, harganya Rp 80.000,- saya sewa dari jam 14.40 kalau tidak salah disuruh kembalikannya jam 12 siang besokannya.

Setelah dapat motor saya langsung menuju Tebing Apparalang, tapi sebelumnya saya mampir ke dermaga, untuk menanyakan jadwal bus menuju Makassar adanya yang jam berapa.
Jalur menuju Tebing Apparalang Subhanallah, masih sepi banget, terus jauh dari jalan raya, terus ada bagian yang jalanannya rusak kaya batu-batuan gitu. Sumpah di sini saya kaya mau nangis, walaupun masih sore tapi karena jauh dan sendirian pula jadi parno sendiri. Ga kaya waktu ke Banyuwangi, walaupun motoran tengah malam setidaknya ada teman saya yang saya bonceng, udah baca kisahnya belum? Cek di sini hehe 



Saya sampai di lokasi jam 16.35 WITA, estimasi perjalanan sekitar 30 menit dari homestay. Posisi tidak terlalu ramai, mungkin karena sudah sore juga.


Ada beberapa  spot untuk foto di Tebing Apparalang ini, karena saya sudah capek, sebenarnya saya cuma ingin tahu, ingin menikmati, tapi karena sudah sore jadi yaa kaya diburu-buru hiks.


Di sini saya ketemu sama Kak Emmy, dia tinggal di Sengkang, dia sengaja datang untuk berlibur juga, akhirnya ada teman untuk bergantian foto hehehe.





Bagus deh asli, cuma karena mood yang lagi swing jadi hasil fotonya ga karuan, banyak yang dipikirin, mikirin jalur pulang, sudah maghrib, sama mikirin balik ke Makassarnya gimana hahaha.


Kakak Emmy sudah punya anak loh, cuma beruntungnya teman-teman yang badannya mungil selalu terlihat muda, ga kaya saya, eh tapi saya juga bersyukur ko XD hihihi.

Setelah selesai foto-foto saya pisah dengan Kak Emmy, alhamdulillah jalur pulang ada teman iring-iringannya, terus kita pisah, saya kembali ke penginapan, mandi, dan berencana mencari makan sedangkan Kak Emmy mungkin melanjutkan agenda berikutnya.





Saya makan di Waroeng La Lezatta, saya lupa saya pesan apa, tapi btw ini nasinya tinggi banget kaya cita-cita hahaha. Posisi warungnya ga jauh dari penginapan, termasuk mahal menurut saya, kata warga sekitar sih kalau mau makan murah di dekat dermaga.

Istirahat sejenak, pagi-pagi sekali saya ke Pantai Bara, duh Masya Allah. Tapi lagi-lagi jalurnya Subhanallah, kiri kanan hutan, jalanan full rusak, untung motornya sehat jadi enak dipakainya, terus modal saya adalah google maps, karena masih pagi jalanan sepi, ga ada yang bisa ditanya.
Bayangan saya tuh sudah macem-macem, ya diculik, ya diperkosa, naudzubillah, tapi memang sesepi itu, jadi setiap ada motor lain saya sudah siap-siap hahaha, entah siap-siap mau ngapain.

Parkir motor, jalan sedikit langsung bibir pantai, sepi, sepi banget, itu hari kerja kalau ga salah, hari Kamis tanggal 27 September 2018. Ditawarin snorkeling, nyebrang pulau, mau banget, tapi saya tidak mempersiapkan budget untuk itu, jadi saya cuma motret-motret aja, sambil ngeliatin matahari terbit, apalagi saya harus prepare pulang, takut ketinggalan bus karena jadwalnya ga banyak.


Sunrise Pantai Bara
Bapak Pencari Kepiting


Dirasa cukup saya mencoba mencari Pantai Bira, letaknya lebih dekat dari penginapan, jadi penginapan - Pantai Bira - Pantai Bara.
Nah Pantai Bira ini lebih komersil, banyak penginapan yang letaknya di bibir pantai, terus banyak kedai-kedai, lebih banyak kapal juga.




Sudah selesai, sudah hilang penasarannya saya kembali ke penginapan, packing, bayar, dan minta diantar ke dermaga.

Dari Dermaga Bulukumba saya naik bus menuju Makassar, tepatnya Terminal Mallengkeri. Di daerah Takalar busnya sempat singgah untuk beli jagung ini, namanya Jagung Ketan, rasanya yaa kaya ketan, padet gitu, enak deh, gurih, saya langsung chat teman saya, ini cara makannya gimana hahaha. 
Makannya dicocol atau garamnya disiram, harganya Rp 5.000,- dapat 3 jagung.


Setelah sampai di terminal saya langsung menghubungi teman saya dari Trashbag Community (Komunitas Peduli Sampah di Gunung) namanya Dewi, tapi biasa dipanggil Mpok Dewi. Dari terminal saya naik ojek online ke rumahnya, di daerah Daeng Tata 3.

Sampai di rumahnya cerita tentang komunitas dari aktifitasnya sampai kisah percintaan anggota di dalamnya hehehe.

Mpok Dewi, Nayla, Nuri

Saya sampai di rumah Mpok Dewi itu jam 15.00 WITA, bus saya yang ke Toraja itu jam 20.30, jadi ada waktu sekian jam untuk ngobrol, selonjoran, sholat, foto, dan makan hahaha.

Selepas maghrib saya otw ke pool bus Makassar - Toraja. Estimasi perjalanan itu sekitar 6-8 jam, jadi kalau berangkat malam sampai di Torajanya kemungkinan besar pagi, waktu subuh.


Saya naik bus Primadona, tarifnya Rp 130.000,- untuk kelas ekonomi. Waktunya tidur, bangun-bangun sudah di kampung orang hehehe.


Sampai ketemu di part berikutnya 💗
Mohon maaf nih kalau blognya jadi kaya album foto hehehe.

Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
Semoga sehat selalu.